Pro-Kontra Bantuan Sosial di Tahun Pemilu

Akhir-akhir ini, sedang ramai tuduhan penggunaan bantuan sosial (bansos) untuk kebutuhan politik praktis. Laporan Koran Tempo pada Sabtu, 6 Januari silam memaparkan kasus Menteri Perdagangan dari PAN, Zulkifli Hasan, yang membagikan bansos dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kendal, Jawa Tengah, pada 26 Desember 2023. Acara itu juga dihadiri oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Zulkifli Hasan secara terang-terangan mendorong penerima bansos memilih Gibran, meskipun pembagian bansos saat pemilu telah kontroversial.

Yang kasih bansos sama BLT siapa? Yang suka sama Jokowi angkat tangan! Pak Jokowi itu PAN, PAN itu Pak Jokowi. Makanya kita dukung Gibran. Cocok?

– Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan

Selain itu, Zulkifli Hasan pernah menjanjikan ke warga Lombok bahwa BLT dan bansos akan lanjut jika pasangan Prabowo-Gibran memenangi pemilu.

“BLT-nya lanjut atau bansos mau lanjut atau setop? Kalau PAN menang Prabowo-Gibran, BLT lanjut, bansos lanjut, pembangunan lanjut.” ucap Menteri Perdagangan tersebut di depan para simpatisan di GOR Lombok Tengah.

Zulkifli Hasan di GOR Lombok Tengah membagikan bansos di kala pemilu. Sumber: KOMPAS.COM/Idham Khalid

Ucapan-ucapan ini berbuntut panjang. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima, mencurigai adanya usaha politisasi bantuan sosial oleh menteri dari Partai Amanat Nasional tersebut. “Itu adalah politisasi bansos yang tidak perlu” ujarnya pada Selasa minggu lalu. Alhasil, Zulkifli Hasan akan dipanggil oleh Komisi VI akibat dari komentarnya. Dalam berita yang sama, Aria Bima menyarankan Menteri Perdagangan untuk fokus menangani polemik kenaikan harga beras yang belum terselesaikan.

Tetapi, Zulkifli Hasan justru menyatakan bahwa ia akan senang jika dipanggil oleh DPR terkait dengan komentar-komentarnya. Ujarnya, ia akan semakin senang jika pernyataannya diberitakan dan dibahas oleh orang-orang. Ia sendiri belum memberikan tanggapan terkait tuduhan politisasi bansos dengan dalih sibuk.

Berbagai pihak memang telah menyatakan bahwa bansos seharusnya tidak menjadi alat untuk berkampanye, baik secara terang-terangan maupun secara implisit. Kompas telah mencatat bahwa bansos merupakan bagian dari program social security atau program perlindungan sosial milik negara. Program bansos direncanakan dan dilaksanakan oleh negara untuk semua pihak. Selain itu, Bansos yang dibagikan oleh Zulkifli Hasan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN, dan seharusnya tidak dimanfaatkan untuk memengaruhi pemilihan kandidat dalam pemilu.

Ilustrasi warga penerima Bansos. Sumber: AntaraTV via Wikimedia Commons

Alhasil, kandidat lain telah mengkritisi Zulkifli Hasan. Anies menegaskan bahwa bansos tidak boleh diklaim dengan kebaikan kandidat tertentu, karena bersumber dari APBN, yang dibiayai masyarakat melalui pajak. Sedangkan Ganjar Pranowo saat berkunjung ke Pasar Kebon Agung pada akhir tahun lalu telah meminta bansos agar tidak dipolitisasi, “karena itu hak rakyat“.

Lebih lanjut, telah ramai pula ajakan dari politisi maupun dari kalangan profesional agar pemerintah memperhatikan aliran bansos yang keluar di tahun politik ini. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, telah menyarankan kepada pemerintah agar mengambil langkah-langkah konkrit untuk mencegah politisasi bansos. Sedangkan Anthony Budiawan dari Political Economy and Policy Studies telah mengkritik langkah pemerintah yang masih akan menyediakan bantuan pangan sampai Juni 2024. Selain itu, ekonom dari Indef, Esther Sri Astuti, mengkhawatirkan potensi politisasi bansos pada pemilu kali ini. Sebab, putra dari presiden petahanan Joko Widodo yaitu Gibran Rakabuming Raka juga ikut bergabung menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Sumber: Jaka/nvl via Parliamentaria Terkini

Apalagi, jumlah dana yang digelontorkan untuk program sosial ini cenderung sangat besar. Pada 2024, pemerintah mencanangkan 496,8 Triliun rupiah untuk bansos, naik 12% dari tahun sebelumnya. Arif Nur Alam dari Indonesia Budget Center mengatakan bahwa dana jumbo bantuan sosial ini dapat dimanfaatkan oleh peserta pemilu. Para calon dapat mengklaim bahwa dana yang berasal dari pajak yang dibayar oleh masyarakat Indonesia tersebut merupakan bantuan yang diberikan oleh partai politik atau calon tertentu.

Sebelumnya, pemerintah pernh menunda penambahan nilai bansos untuk menghindari isu politisasi. Hal ini telah disampaikan pada pertengahan Desember silam oleh Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres, Suprayoga Hadi. Namun, seiring berjalannya waktu, bantuan sosial tetap digulirkan untuk membantu masyarakat yang terkena kemiskinan ekstrem. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, juga menambahkan bahwa aktor iklim global seperti El Nino yang mengganggu rantai pasok juga turut serta dalam keputusan pemerintah untuk tetap menggelontorkan bansos di tahun pemilu.

Exit mobile version