Presiden Boleh Berpihak, Lampu Kuning Demokrasi

Jokowi kembali mengecewakan masyarakatnya ketika ia mengucapkan bahwa presiden boleh berpihak kepada pasangan calon tertentu. Sebab, alih-alih mengikuti norma untuk menyehatkan demokrasi Indonesia, ia berpegang kepada detail hukum. Memang, di atas kertas, tidak ada larangan eksplisit bagi presiden untuk berpihak kepada calon tertentu. Namun, terdapat alasan mengapa presiden-presiden Indonesia sebelumnya setidaknya tidak terlalu publik dengan pilihan mereka.

Jokowi dipertanyakan karena sebut presiden boleh berpihak. Source: Wikipedia Common

Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah suatu norma-norma demokratis yang secara sadar dicanangkan untuk memperbaiki situasi politik di Indonesia. Peraturan-peraturan yang dicanangkan oleh KPU disusun berdasarkan niatan untuk membuat pemilu di Indonesia semakin adil dan demokratis. Keadian di sini lebih mengarah ke fairness, bukan justice. Bukan rahasia umum bahwa pemilu di Indonesia sarat dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan daerah. Dengan aturan yang sudah tertulis jelas saja, masih banyak keterlibatan aparat secara implisit maupun eksplisit di seluruh Indonesia. Apalagi jika kemudian presiden boleh berpihak dan secara jelas menggunakan kekuatannya untuk mendukung calon tertentu.

Tentu hal ini lebih lanjut mencederai prinsip yang mendasari pemilu. Pemilihan wakil masyarakat dilakukan secara umum dan terbuka dengan dasar bahwa semua orang bisa dipilih dan memilih. Ini berarti gagasan serta penyelesaian masalah dari para calon diadu untuk kemudian ditawarkan kepada masyarakat yang akan diwakilkan.

Namun, tanpa adanya netralitas, gagasan serta program menempati posisi kedua dibandingkan dengan pengaruh serta sumber daya. Sebagai contoh saja, seseorang yang memiliki posisi dalam pemerintahan dapat mengarahkan programnya atau mengerahkan bawahannya untuk mendukung pihak-pihak tertentu. Jika sudah seperti itu, tentu program dan gagasan yang dimiliki oleh pihak yang didukung tidak terlalu penting. Sebab, kini pemilu bersifat transaksional, dan siapa yang memiliki posisi lebih kuat hingga uang lebih banyak akan menang.

Dengan mengatakan presiden boleh berpihak, Jokowi masuk ke dalam jajaran bawahannya seperti Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Bobby Nasution, dan Ridwan Kamil. Mereka berpegang pada detail hukum soal netralitas dalam pemilu. Padahal, netralitas adalah urusan prinsip, etika, filsafat, maupun norma-norma kenegaraan. Presiden boleh saja secara tersirat mendukung pasangan calon tertentu, mungkin karena relasi partai, ketertarikan dengan program, atau dalam kasus ini takut rencananya tidak diselesaikan. Namun ada baiknya dukungan itu disimpan saja, atau tak usah diumbar-umbar sama sekali.

Exit mobile version