Menimbang Gagasan Cawapres Soal Isu Lingkungan

Pada Minggu (21/1) kemarin, debat cawapres tidak banyak bahas lingkungan, dari segi manapun. Meskipun terdapat beberapa kali pertanyaan soal isu lingkugnan, misal perdagangan karbon, tetapi para cawapres tidak menjawab pertanyaan secara baik. Apalagi, salah satu Cawapres disorot karena terlalu banyak menggunakan gimik dan serangan, yang mengakibatkan arah perdebatan menjadi tidak terlalu produktif.

Para cawapres mendebatkan isu lingkungan. Source: KPU RI/Youtube

Sebelum debat dimulai, para akademisi maupun aliansi masyarakat sipil telah mewanti-wanti bagi para calon wakil presiden agar membahas banyak topik yang berkaitan dengan krisis iklim. Misalnya adalah transisi ke energi terbarukan, yang sudah sangat darurat harus dilakukan sesegera mungkin.

Selain itu juga topik isu pesisir, yang menyangkup hajat hidup masyarakat yang sangat luas, juga tidak tersentuh selama debat cawapres. Walhi juga menyoroti absennya beberapa isu penting lain seperti air bersih, polusi udara, maupun isu sampah. Dengan kata lain, beberapa topik krusial yang berkaitan lingkungan tidak didalami, atau malah tidak muncul sama sekali dalam debat.

Hal ini menjadi pertanyaan mengingat bagaimana para Cawapres, terutama Gibran, menggunakan waktu mereka yang singkat selama perdebatan. Gibran sendiri telah menjadi sorotan karena dianggap terlalu banyak memberikan gimik dan tidak menggunakan waktu yang diberikan moderator untuk memaparkan gagasannya. Paling krusial diantaranya adalah bagaimana ia memberikan pertanyaan ke calon lain yang seakan memancing dan menjebak. Ini mengakibatkan para cawapres malah mendebatkan benar-salahnya jawaban dan pertanyaan satu sama lain. Alih-alih menggunakan waktu singkat yang tersedia untuk mendalami program yang dimiliki,

Salah satunya adalah ketika Mahfud dan Gibran saling bertukar serangan soal IUP dan pertambangan ilegal. Memang, keduanya mengucapkan hal-hal normatif seperti kesulitan untuk menertibkan pertambangan ilegal atau pencabutan IUP. Namun, hal-hal ini sudah dilakukan oleh pemerintahan yang sedang berjalan. Mahfud tidak mengucapkan banyak di luar kesulitan-kesulitan yang sudah ada untuk menertibkan mafia-mafia tambang di daerah. Sedangkan Gibran, di permukaan, terlihat berani mengatakan bahwa pencabutan izin pertambangan ilegal harus dilakukan secara tegas. Namun, ia tidak mengelaborasi apa yang ia maksud dengan ini,. Ia juga tidak menyebutkan cara untuk menerobos kebuntuan pemberantasan pertambangan ilegal di Indonesia.

Malah, Gibran selaku salah satu cawapres sibuk menyerang hal-hal yang tidak berkaitan dengan substansi debat. Ia mengkritisi Cak Imin yang dianggapnya hipokrit karena membahas isu lingkungan sedangkan membawa botol plastik. Padahal, botol plastik disediakan oleh KPU dan Cak Imin membawa tumblr miliknya sendiri. Cawapres 02 ini juga menyindir Cak Imin yang dianggapnya membawa contekan dari Tom Lembong, salah satu anggota tim pemenangan Anies – Muhaimin sekaligus mantan Menteri Perdagangan. Tentu ini tidak menghasilkan perbincangan yang produktif selama dan setelah perdebatan.

Senada dengan pola-pola ini, para cawapres juga serius membahas isu lingkungan ketika dapat menjadi bahan untuk mengkritik lawan bicara. Mahfud MD mengkritik keras program food estate dan menyebutkan bahwa deforestasi dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh program itu bersifat masif. Sedangkan program lumbung pangan ini dipimpin oleh Prabowo Subianto, Capres 02, dan dibela oleh Gibran selaku partnernya. Sedangkan diduga proyek tambang di Wadas yang dikritik masyarakat sipil tidak dibawa untuk bahan penyerangan akibat melibatkan dua pihak: Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah, dan Prabowo selaku pihak yang didukung Jokowi. Tambang Wadas sendiri meskipun dilaksanakan oleh pemerintah daerah, namun merupakan bagian dari proyek nasional.

Pada akhirnya, para capres dan cawapres harus bisa menjawab bagaimana caranya mengatasi krisis iklim yang sudah terjadi. Mereka harus memiliki roadmap yang jelas untuk beralih dari ekonomi ekstraktif dan eksploitatif. Tak hanya itu, meskipun mengidentifikasi masalah serius soal peraturan lingkungan ataupun mafia bisnis memanglah perlu, tetapi tidak kalah penting juga pemaparan tentang kebijakan yang mampu menangani hal tersebut. Jika tidak, siapapun presidennya, krisis iklim akan tetap berlanjut dan sulit untuk dibendung. Kita tidak akan mencapai apa yang disebut Cak Imin sebagai ‘tobat ekologis’.

Exit mobile version