Kompilasi Kritik Kegagalan Food Estate

Proyek Food Estate atau lumbung pangan ramai kritik dari berbagai pihak. Program yang dicanangkan oleh Jokowi dan dilaksanakan oleh Prabowo tersebut dianggap gagal total dan berujung pada banyak permasalahan. Beberapa di antaranya adalah kerugian dan penggusuran masyarakat adat dan hilangnya keterlibatan petani lokal. Tak hanya itu, proyek food estate juga memperkuat krisis ekologi dan deforestasi di banyak daerah.

Ramai kritik Food Estate. Source: Greenpeace/Jurnasyanto Sukarno

Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa food estate mengabaikan petani, meninggalkan masyarakat adat, dan menghasilkan konflik agraria. Hal ini senada dengan sekian banyaknya kritik maupun akademisi yang telah menyampaikan hal serupa, bahkan sejak tahun lalu. Sedangkan Mahfud MD juga menyoroti kegagalan lumbung pangan yang gagal memanen singkong, dan malah beralih ke jagung.

Dwi Andreas Santosa selaku Guru Besar Fakultas Pertanian ITB mengatakan program itu mengabaikan kaidah ilmiah. Ia mengatakan tanah berpasir di Gunung Mas Kalteng tentu tidak cocok untuk dijadikan lumbung pangan yang masif dan ekstensif. Akibatnya, pemerintah menghabiskan anggaran untuk program yang sudah pasti tidak akan berjalan. Ia mencontohkan bagaimana singkong yang ditanam akhirnya tidak menghasilkan apa-apa. Ujung-ujungnya, pemerintah menanam jagung dalam polybag di daerah tersebut.

Lebih dari itu, WALHI menyebutkan bahwa program food estate di Gunung Mas berkontribusi terhadap pembabatan hutan secara masif. Alhasil, masyarakat sekitar menghadapi ancaman banjir yang seharusnya tidak terjadi jika hutan masih ada. Apalagi program ini menghabiskan 1,5 triliun rupiah hanya untuk tahun anggaran 2020 – 2021


Tak hanya itu, di daerah lain, hasil panen lumbung pangan sangat buruk dan berbahaya. Panen singkong di Desa Tawai Baru mencatatkan singkong yang kecil, pahit, dan beracun dengan kandungan sianida tinggi.

Walhi juga mengatakan bahwa program ini sarat unsur politis. Prabowo Subianto selaku Menteri Pertahanan dipilih untuk menjadi direktur program tanpa adanya kejelasan alasan. Padahal, pemerintah memiliki lembaga pangan lain seperti Kementerian Pertanian dan Bulog. Walhi juga menyatakan bahwa tempat-tempat yang dipilih sebagai proyek-proyek food estate pertama juga tidak memiliki urgensi untuk memiliki lumbung pangan.

Sedangkan Ketua Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, kompak menyoroti deforestasi untuk lumbung pangan. Meskipun pembabatan hutan sudah dilakukan secara masif dan anggaran besar sudah dikeluarkan, namun panen tidak terjadi dan cadangan pangan tidak meningkat secara signifikan. Lusyandi Suwandi, Ketua DPP Nasdem Bidang Luingkungan Hidup, juga mengatakan kritik yang senada. “Anggaran yang seharusnya bisa mendukung para petani mendapat subsidi pupuk ternyata tak termanfaatkan sebagaimana mestinyaujar Lusyandi.

Hal ini menjadi sorotan sebab pada awalnya, lumbung pangan dianggap akan menjadi program unggulan yang akan mengatasi krisis pangan di Indonesia. Oleh karena itu, politisi PKS menganggap proyek ini memberikan harapan palsu dari awal. Sebab, akhirnya, terbukti bahwa food estate tidak menghasilkan cadangan pangan yang signifikan.

Lumbung pangan sendiri merupakan salah satu Program Strategis Nasional yang dicanangkan Jokowi untuk mengatasi krisis pangan. Ia menginginkan suatu cadangan pangan yang dikelola secara langsung oleh pemerintah pusat. Setelah itu, Jokowi menugaskan Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan, untuk secara langsung menjadi pengelola proyek tersebut.

Exit mobile version